abyat minal albi

Meh join....

Ahad, 25 Oktober 2009

Tokoh Dunia Islam (2)



SULTAN SALAHUDDIN AL-AYYUBI, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang Muslim yang memiliki jiwa patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena telah mampu menyapu bersih, menghancurleburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa.

Konon guna membangkitkan kembali ruh jihad atau semangat di kalangan Islam yang saat itu telah tidur nyenyak dan telah lupa akan tongkat estafet yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad saw., maka Salahuddinlah yang mencetuskan ide dirayakannya kelahiran Nabi Muhammad saw. Melalui media peringatan itu dibeberkanlah sikap ksatria dan kepahlawanan pantang menyerah yang ditunjukkan melalui "Siratun Nabawiyah". Hingga kini peringatan itu menjadi tradisi dan membudaya di kalangan umat Islam.

Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusian seperti yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan dan buktikan dalam menghadapi serbuan tentara ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard Lionheart dari Inggris.

Hendaklah diingat, bahwa Perang Salib adalah peperangan yang paling panjang dan dahsyat penuh kekejaman dan kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan korban ratusan ribu jiwa, di mana topan kefanatikan membabi buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebu-gebu ke daerah Asia Barat yang Islam.

Seorang penulis Barat berkata, "Perang Salib merupakan salah satu bagian sejarah yang paling gila dalam riwayat kemanusiaan. Umat Nasrani menyerbu kaum Muslimin dalam ekspedisi bergelombang selama hampir tiga ratus tahun sehingga akhirnya berkat kegigihan umat Islam mereka mengalami kegagalan, berakibat kelelahan dan keputusasaan. Seluruh Eropa sering kehabisan manusia, daya dan dana serta mengalami kebangkrutan sosial, bila bukan kehancuran total. Berjuta-juta manusia yang tewas dalam medan perang, sedangkan bahaya kelaparan, penyakit dan segala bentuk malapetaka yang dapat dibayangkan berkecamuk sebagai noda yang melekat pada muka tentara Salib. Dunia Nasrani Barat saat itu memang dirangsang ke arah rasa fanatik agama yang membabi buta oleh Peter The Hermit dan para pengikutnya guna membebaskan tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin".

"Setiap cara dan jalan ditempuh", kata Hallam guna membangkitkan kefanatikan itu. Selagi seorang tentara Salib masih menyandang lambang Salib, mereka berada di bawah lindungan gereja serta dibebaskan dari segala macam pajak dan juga untuk berbuat dosa.

Peter The Hermit sendiri memimpin gelombang serbuan yang kedua terdiri dari empat puluh ribu orang. Setelah mereka sampai ke kota Malleville mereka menebus kekalahan gelombang serbuan pertama dengan menghancurkan kota itu, membunuh tujuh ribu orang penduduknya yang tak bersalah, dan melampiaskan nafsu angkaranya dengan segala macam kekejaman yang tak terkendali. Gerombolan manusia fanatik yang menamakan dirinya tentara Salib itu mengubah tanah Hongaria dan Bulgaria menjadi daerah-daerah yang tandus.

"Bilamana mereka telah sampai ke Asia Kecil, mereka melakukan kejahatan-kejahatan dan kebuasan-kebuasan yang membuat alam semesta menggeletar" demikian tulis pengarang Perancis Michaud.

Gelombang serbuan tentara Salib ketiga yang dipimpin oeh seorang Rahib Jerman, menurut pengarang Gibbon terdiri dari sampah masyarakat Eropa yang paling rendah dan paling dungu. Bercampur dengan kefanatikan dan kedunguan mereka itu izin diberikan guna melakukan perampokan, perzinaan dan bermabuk-mabukan. Mereka melupakan Konstantin dan Darussalam dalam kemeriahan pesta cara gila-gilaan dan perampokan, pengrusakan dan pembunuhan yang merupakan peninggalan jelek dari mereka atas setiap daerah yang mereka lalui" kata Marbaid.

Gelombang serbuan tentara Salib keempat yang diambil dari Eropa Barat, menurut keterangan penulis Mill "terdiri dari gerombolan yang nekat dan ganas. Massa yang membabi buta itu menyerbu dengan segala keganasannya menjalankan pekerjaan rutinnya merampok dan membunuh. Tetapi akhirnya mereka dapat dihancurkan oleh tentara Hongaria yang naik pitam dan telah mengenal kegila-gilaan tentara Salib sebelumnya.

Tentara Salib telah mendapat sukses sementara dengan menguasai sebagian besar daerah Syria dan Palestina termasuk kota suci Yerusalem. Tetapi Kemenangan-kemenangan mereka ini telah disusul dengan keganasan dan pembunuhan terhadap kaum Muslimin yang tak bersalah yang melebihi kekejaman Jengis Khan dan Hulagu Khan.

John Stuart Mill ahli sejarah Inggris kenamaan, mengakui pembunuhan-pembunuhan massal penduduk Muslim ini pada waktu jatuhnya kota Antioch. Mill menulis: "Keluruhan usia lanjut, ketidakberdayaan anak-anak dan kelemahan kaum wanita tidak dihiraukan sama sekali oleh tentara Latin yang fanatik itu. Rumah kediaman tidak diakui sebagai tempat berlindung dan pandangan sebuah masjid merupakan pembangkit nafsu angkara untuk melakukan kekejaman. Tentara Salib menghancurleburkan kota-kota Syria, membunuh penduduknya dengan tangan dingin, dan membakar habis perbendaharaan kesenian dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, termasuk "Kutub Khanah" (Perpustakaan) Tripolis yang termasyhur itu. "Jalan raya penuh aliran darah, sehingga keganasan itu kehabisan tenaga," kata Stuart Mill. Mereka yang cantik rupawan disisihkan untuk pasaran budak belian di Antioch. Tetapi yang tua dan yang lemah dikorbankan di atas panggung pembunuhan.

Lewat pertengahan abad ke-12 Masehi ketika tentara Salib mencapai puncak kemenangannya dan Kaisar Jerman, Perancis serta Richard Lionheart Raja Inggris telah turun ke medan pertempuran untuk turut merebut tanah suci Baitul Maqdis, gabungan tentara Salib ini disambut oleh Sultan Shalahuddin al Ayyubi (biasa disebut Saladin), seorang Panglima Besar Muslim yang menghalau kembali gelombang serbuan umat Nasrani yang datang untuk maksud menguasai tanah suci. Dia tidak saja sanggup untuk menghalau serbuan tentara Salib itu, akan tetapi yang dihadapi mereka sekarang ialah seorang yang berkemauan baja serta keberanian yang luar biasa yang sanggup menerima tantangan dari Nasrani Eropa.

Siapakah Shalahuddin? Bagaimana latar belakang kehidupannya?

Shalahuddin dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin al-Ayyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Shalahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua-duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.

Asaduddin Sherkoh, seorang jenderal yang gagah berani, adalah komandan Angkatan Perang Syria yang telah memukul mundur tentara Salib baik di Syria maupun di Mesir. Sherkoh memasuki Mesir dalam bulan Februari 1167 Masehi untuk menghadapi perlawanan Shawer seorang menteri khalifah Fathimiyah yang menggabungkan diri dengan tentara Perancis. Serbuan Sherkoh yang gagah berani itu serta kemenangan akhir yang direbutnya dari Babain atas gabungan tentara Perancis dan Mesir itu menurut Michaud �memperlihatkan kehebatan strategi tentara yang bernilai ringgi.�

Ibnu Aziz AI Athir menulis tentang serbuan panglima Sherkoh ini sebagai berikut: "Belum pernah sejarah mencatat suatu peristiwa yang lebih dahsyat dari penghancuran tentara gabungan Mesir dan Perancis dari pantai Mesir, oleh hanya seribu pasukan berkuda".

Pada tanggal 8 Januari 1169 M Sherkoh sampai di Kairo dan diangkat oleh Khalifah Fathimiyah sebagai Menteri dan Panglima Angkatan Perang Mesir. Tetapi sayang, Sherkoh tidak ditakdirkan untuk lama menikmati hasil perjuangannya. Dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah.

Sepeninggal Sherkoh, keponakannya Shalahuddin al-Ayyubi diangkat jadi Perdana Menteri Mesir. Tak seberapa lama ia telah disenangi oleh rakyat Mesir karena sifat-sifatnya yang pemurah dan adil bijaksana itu. Pada saat khalifah berpulang ke rahmatullah, Shalahuddin telah menjadi penguasa yang sesungguhnya di Mesir.

Di Syria, Nuruddin Mahmud yang termasyhur itu meninggal dunia pada tahun 1174 Masehi dan digantikan oleh putranya yang berumur 11 tahun bernama Malikus Saleh. Sultan muda ini diperalat oleh pejabat tinggi yang mengelilinginya terutama (khususnya) Gumushtagin. Shalahuddin mengirimkan utusan kepada Malikus Saleh dengan menawarkan jasa baktinya dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama raja itu dalam khotbah-khotbah Jumatnya dan mata uangnya. Tetapi segala macam bentuk perhatian ini tidak mendapat tanggapan dari raja muda itu berserta segenap pejabat di sekelilingnya yang penuh ambisi itu. Suasana yang meliputi kerajaan ini sekali lagi memberi angin kepada tentara Salib, yang selama ini dapat ditahan oleh Nuruddin Mahmud dan panglimanya yang gagah berani, Jenderal Sherkoh.

Atas nasihat Gumushtagin, Malikus Saleh mengundurkan diri ke kota Aleppo, dengan meninggalkan Damaskus diserbu oleh tentara Perancis. Tentara Salib dengan segera menduduki ibukota kerajaan itu, dan hanya bersedia untuk menghancurkan kota itu setelah menerima uang tebusan yang sangat besar. Peristiwa itu menimbulkan amarah Shalahuddin al-Ayyubi yang segera ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali kota itu.

Setelah ia berhasil menduduki Damaskus dia tidak terus memasuki istana rajanya Nuruddin Mahmud, melainkan bertempat di rumah orang tuanya. Umat Islam sebaliknya sangat kecewa akan tingkah laku Malikus Saleh. dan mengajukan tuntutan kepada Shalahuddin untuk memerintah daerah mereka. Tetapi Shalahuddin hanya mau memerintah atas nama raja muda Malikus Saleh. Ketika Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi, kekuasaan Shalahuddin telah diakui oleh semua raja-raja di Asia Barat.

Diadakanlah gencatan senjata antara Sultan Shalahuddin dan tentara Perancis di Palestina, tetapi menurut ahli sejarah Perancis Michaud: "Kaum Muslimin memegang teguh perjanjiannya, sedangkan golongan Nasrani memberi isyarat untuk memulai lagi peperangan." Berlawanan dengan syarat-syarat gencatan senjata, penguasa Nasrani Renanud atau Reginald dari Castillon menyerang suatu kafilah Muslim yang lewat di dekat istananya, membunuh sejumlah anggotanya dan merampas harta bendanya.

Lantaran peristiwa itu Sultan sekarang bebas untuk bertindak. Dengan siasat perang yang tangkas Sultan Shalahuddin mengurung pasukan musuh yang kuat itu di dekat bukit Hittin pada tahun 1187 M serta menghancurkannya dengan kerugian yang amat besar. Sultan tidak memberikan kesempatan lagi kepada tentara Nasrani untuk menyusun kekuatan kembali dan melanjutkan serangannya setelah kemenangan di bukit Hittin. Dalam waktu yang sangat singkat dia telah dapat merebut kembali sejumlah kota yang diduduki kaum Nasrani, termasuk kota-kota Naplus, Jericho, Ramlah, Caosorea, Arsuf, Jaffa dan Beirut. Demikian juga Ascalon telah dapat diduduki Shalahuddin sehabis pertempuran yang singkat yang diselesaikan dengan syarat-syarat yang sangat ringan oleh Sultan yang berhati mulia itu.

Sekarang Shalahuddin menghadapkan perhatian sepenuhnya terhadap kota Jerusalem yang diduduki tentara Salib dengan kekuatan melebihi enam puluh ribu prajurit. Ternyata tentara salib ini tidak sanggup menahan serbuan pasukan Sultan dan menyerah pada tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam memperlakukan tentara Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan perlakuan dan pembunuhan secara besar-besaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib sekitar satu abad sebelumnya.

Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi, kaum Muslimin dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah kediaman. Jerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan tak kurang pula yang masuk masjid. Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat. mengulangl lagi tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu kaum pengungsi yang lari tunggang langgang. Di tengah-tengah kekacaubalauan kaum peenyerbu itu yang terdengar hanyalah erangan dan teriakan maut. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d' Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa �di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda prajurit.�

Penyembelihan manusia biadab ini berhenti sejenak, ketika tentara Salib berkumpul untuk melakukan misa syukur atas kemenangan yang telah mereka peroleh. Tetapi setelah beribadah itu, mereka melanjutkan kebiadaban dengan keganasan. �Semua tawanan� kata Michaud, �yang tertolong nasibnya karena kelelahan tentara Salib yang semula tertolong karena mengharapkan diganti dengan uang tebusan yang besar, semua dibunuh dengan tanpa ampun. Kaum Muslimin terpaksa menjatuhkan diri mereka dari menara dan rumah kediaman; mereka dibakar hidup-hidup, mereka diseret dari tempat persembunyiannya di bawah tanah; mereka dipancing dari tempat perlindungannya agar keluar untuk dibunuh di atas timbunan mayat.�

Cucuran air mata kaum wanita, pekikan anak-anak yang tak bersalah, bahkan juga kenangan dari tempat di mana Nabi lsa memaafkan algojo-algojonya, tidak dapat meredakan nafsu angkara tentara yang menang itu. Penyembelihan kejam itu berlangsung selama seminggu. Dan sejumlah kecil yang dapat melarikan diri dari pembunuhan jatuh menjadi budak yang hina dina.

Seorang ahli sejarah Barat, Mill menambahkan pula: �Telah diputuskan, bahwa kaum Muslimin tidak boleh diberi ampun. Rakyat yang ditaklukkan oleh karena itu harus diseret ke tempat-tempat umum untuk dibunuh hidup-hidup. Ibu-ibu dengan anak yang melengket pada buah dadanya, anak-anak laki-laki dan perempuan, seluruhnya disembelih. Lapangan-Iapangan kota, jalan-jalan raya, bahkan pelosok-pelosok Jerusalem yang sepi telah dipenuhi oleh bangkai-bangkai mayat laki-laki dan perempuan, dan anggota tubuh anak-anak. Tiada hati yang menaruh belas kasih atau teringat untuk berbuat kebajikan.�

Demikianlah rangkaian riwayat pembantaian secara masal kaum Muslimin di Jerusalem sekira satu abad sebelum Sultan Shalahuddin merebut kembali kota suci, di mana lebih dari tujuh puluh ribu umat Islam yang tewas.

Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan. Sejumlah kaum wanita Nasrani dengan mendukung anak-anak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh tangis seraya berkata: �Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anak-anak perempuan para prajurit yang telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selama-lamanya. Para prajurit itu adalah tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran hidup.�

Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum wanita Nasrani itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya. Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Jerusalem dalam tangan tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.

Para pelarian Nasrani dari kota Jerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kota-kota yang dikuasai kaum Nasrani. �Banyak kaum Nasrani yang meninggalkan Jerusalem,� kata Mill, pergi menuju Antioch, tetapi panglima Nasrani Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mcreka, bahkan merampasi harta benda mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik. Michaud mcmberikan keterangan yang panjang lebar tentang sikap kaum Nasrani yang tak berperikemanusiaan ini terhadap para pelarian Nasrani dari Jerusalem. Tripoli menutup pintu kotanya dari pengungsi ini, kata Michaud. �Seorang wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Nasrani yang menolak untuk memberikan pertolongan kepadanya,� kata Michaud. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang rasa terhadap kaum Nasrani yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak memasuki Jerusalem sebelum mereka meninggalkannya.

Dari Jerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib yang tidak tahu berterima kasih terhadap Sultan Shalahuddin yang telah mengampuninya di Jerusalem, menyusun kekuatan kembali untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah pangeran Nasrani yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.

Jatuhnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin menimbulkan kegusaran besar di kalangan dunia Nasrani. Sehingga mereka segera mengirimkan bala bantuan dari seluruh pelosok Eropa. Kaisar Jerman dan Perancis serta raja Inggris Richard Lion Heart segera berangkat dengan pasukan yang besar untuk merebut tanah suci dari tangan kaum Muslimin. Mereka mengepung kota Akkra yang tidak dapat direbut selama berapa bulan. Dalam sejumlah pertempuran terbuka, tentara Salib mengalami kekalahan dengan meninggalkan korban yang cukup besar.

Sekarang yang harus dihadapi Sultan Shalahuddin ialah berupa pasukan gabungan dari Eropa. Bala bantuan tentara Salib mengalir ke arah kota suci tanpa putus-putusnya, dan sungguh pun kekalahan dialami mereka secara bertubi-tubi, namun demikian tentara Salib ini jumlah semakin besar juga. Kota Akkra yang dibela tentara Islam berbulan-bulan lamanya menghadapi tentara pilihan dari Eropa, akhirnya karena kehabisan bahan makanan terpaksa menyerah kepada musuh dengan syarat yang disetujui bersama secara khidmat, bahwa tidak akan dilakukan pembunuhan-pembunuhan dan bahwa mereka diharuskan membayar uang tebusan sejumlah 200.000 emas kepada pimpinan pasukan Salib. Karena kelambatan dalam suatu penyelesaian uang tebusan ini, Raja Richard Lionheart menyuruh membunuh kaum Muslimin yang tak berdaya itu dengan dan hati yang dingin di hadapan pandangan mata saudara sesama kaum Muslimin.

Perilaku Raja Inggris ini tentu saja sangat menusuk perasaan hati Sultan Shalahuddin. Dia bernadzar untuk menuntut bela atas darah kaum Muslimin yang tak bersalah itu. Dalam pertempuran yang berkecamuk sepanjang 150 mil garis pantai, Sultan Shalahuddin memberikan pukulan-pukulan yang berat terhadap tentara Salib.

Akhirnya Raja Inggris yang berhati singa itu mengajukan permintaan damai yang diterima oleh Sultan. Raja itu merasakan bahwa yang dihadapinya adalah seorang yang berkemauan baja dan tenaga yang tak terbatas serta menyadari betapa sia-sianya melanjutkan perjuangan terhadap orang yang demikian itu. Dalam bulan September 1192 Masehi dibuatlah perjanjian perdamaian. Tentara Salib itu meninggalkan tanah suci dengan ransel dengan barang-barangnya kembali menuju Eropa.

"Berakhirlah dengan demikian serbuan tentara Salib itu" tulis Michaud "di mana gabungan pasukan pilihan dari Barat merebut kemenangan tidak lebih daripada kejatuhan kota Akkra dan kehancuran kota Askalon. Dalam pertempuran itu Jerman kehilangan seorang kaisarnya yang besar beserta kehancuran tentara pilihannya. Lebih dari enam ratus ribu orang pasukan Salib mendarat di depan kota Akkra dan yang kembali pulang ke negerinya tidak lebih dari seratus ribu orang. Dapatlah dipahami mengapa Eropa dengan penuh kesedihan menerima hasil perjuangan tentara Salib itu, oleh karena yang turut dalam pertempuran terakhir adalah tentara pilihan. Bunga kesatria Barat yang menjadi kebanggaan Eropa telah turut dalam pertempuran ini.

Sultan Shalahuddin mengakhiri sisa-sisa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan membangun rumah sakit, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi serta masjid-masjid di seluruh daerah yang diperintahnya.

Tetapi sayang, dia tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Beberapa bulan kemudian dia pulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Maret tahun 1193. "Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa Ar-Rasyidin" demikian tulis seorang penulis Islam. Kalangan Istana seluruh daerah kerajaan berikut seluruh umat Islam tenggelam dalam lautan duka nestapa. Seluruh isi kota mengikuti usungan jenazahnya ke kuburan dengan penuh kesedihan dan tangisan.

Demikianlah berakhirnya kehidupan Sultan Shalahuddin, seorang raja yang sangat dalam perikemanusiaannya dan tak ada tolok bandingannya, jiwa kepahlawanan yang dimilikinya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam pribadinya, Allah telah melimpahkan hati seorang Muslim yang penuh kasih sayang terhadap kemanusiaan dicampur dengan sangat harmonis dengan keperkasaan seorang genius dalam medan pertempuran. Utusan yang menyampaikan berita kematiannnya itu ke Baghdad membawa serta baju perangnya, kudanya, uang sebanyak satu dinar dan 36 dirham sebagai milik pribadinya yang masih ketinggalan. Orang yang hidup satu zaman dengannya, serta segenap ahli sejarah sama sependapat bahwa Sultan Shalahuddin adalah seorang yang sangat lemah lembut hatinya, ramah tamah, sabar, seorang sahabat yang baik dari kaum cendekiawan dan golongan ulama yang diperlakukannya dengan rasa hormat yang mendalam serta dengan penuh kebajikan. "Di Eropa" tulis Philip K Hitti, dia telah menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan kaum kesatria.

Semoga Allah melapangkan kuburnya.

Disarikan dari:

1. Shalahuddin al-Ayyubi, oleh Kwaja Jamil Ahmad (Lihat: Suara Masjid No. 91, Jumadil Akhir-Rajab 1402 H/April 1982 M)

2. The Preaching of Islam, oleh Thomas W. Arnold.

NB:

- "Shalahuddin", kadang ditulis dengan ejaan: Saladin (biasanya oleh Barat), Sholahuddin, atau Salahuddin.

- Saat ini, sineas Barat sedang membuat film berjudul "Kingdom of Heaven". Film tersebut, terlepas benar atau tidaknya isi cerita, berkaitan dengan tokoh Shalahuddin in

Tokoh Dunia Islam.

Untuk kegunaan lain dari Salahuddin, lihat Sultan Salahuddin.

Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (Bahasa Arab: صلاح الدين الأيوبي, Kurdi: صلاح الدین ایوبی) (Sho-lah-huud-din al-ay-yu-bi) (c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu Dawud

Daftar isi

[sembunyikan]

Latar belakang

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi[1] . Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).

Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka dia bisa bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh karena silsilah panjang anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai pemimpin dari prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Shalat Jumat, dan kekuatan kewenangan dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir, tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan adat kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia menjadi pemimpin asli Mesir. Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, lalu mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.

Timur Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah yang direbut kembali dari pasukan salib 1187-1189 (warna pink). Warna hijau terang menandakan wilayah pasukan salib yang masih bertahan sampai meninggalnya Shalahuddin

Dengan kematian Nuruddin (1174) dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, dia lalu melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim Sunni.

Aun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamnnya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin Al-Ayyubi.

Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M (September). Setelah Khalifah Al-'Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan diantara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.

Naik ke kekuasaan

Di kemudian hari Saladin menjadi wazir pada 1169, dan menerima tugas sulit mempertahankan Mesir dari serangan Raja Latin Yerusalem, khususnya Amalric I. Kedudukannya cukup sulit pada awalnya, sedikit orang yang beranggapan ia akan berada cukup lama di Mesir mengingat sebelumnya telah banyak terjadi pergantian pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan bentrok yang terjadi antar anak-anak Kalifah untuk posisi wazir. Sebagai pemimpin dari pasukan asing Suriah, dia juga tidak memiliki kekuasaan atas pasukan Syi'ah Mesir yang masih berada di bawah Khalifah yang lemah, Al-Adid.

Abu Toyyib Al - Mutanabbi

أبو الطيب المتنبي
من ويكيبيديا، الموسوعة الحرة

هذه المقالة عن أبي الطيب المتنبي الشاعر. لتصفح عناوين مشابهة، انظر متنبي (توضيح).



صورة متخيلة للمتنبي بريشة جبران خليل جبران
أحد أعظم شعراء العرب، وأكثرهم تمكناً باللغة العربية وأعلمهم بقواعدها ومفرداتها، وله مكانة سامية لم تتح مثلها لغيره من شعراء العربية. فيوصف بأنه نادرة زمانه، وأعجوبة عصره، وظل شعره إلى اليوم مصدر إلهام ووحي للشعراء والأدباء. و هو شاعرحكيم، وأحد مفاخر الأدب العربي. و تدور معظم قصائده حول مدح الملوك. ويقولون عنه بانه شاعر اناني ويظهر ذلك في اشعاره . ترك تراثاً عظيماً من الشعر، يضم 326 قصيدة، تمثل عنواناً لسيرة حياته، صور فيها الحياة في القرن الرابع الهجري أوضح تصوير. قال الشعر صبياً. فنظم أول اشعاره و عمره 9 سنوات . اشتهر بحدة الذكاء واجتهاده وظهرت موهبته الشعرية باكراً.
صاحب كبرياء وشجاع طموح محب للمغامرات. في شعره اعتزاز بالعروبة، وتشاؤم وافتخار بنفسه، أفضل شعره في الحكمة وفلسفة الحياة ووصف المعارك، إذ جاء بصياغة قوية محكمة. إنه شاعر مبدع عملاق غزير الإنتاج يعد بحق مفخرة للأدب العربي، فهو صاحب الأمثال السائرة والحكم البالغة والمعاني المبتكرة. وجد الطريق أمامه أثناء تنقله مهيئاً لموهبته الشعرية الفائقة لدى الأمراء والحكام، إذ تدور معظم قصائده حول مدحهم. لكن شعره لا يقوم على التكلف والصنعة، لتفجر أحاسيسه وامتلاكه ناصية اللغة والبيان، مما أضفى عليه لوناً من الجمال والعذوبة. ترك تراثاً عظيماً من الشعر القوي الواضح، يضم 326 قصيدة، تمثل عنواناً لسيرة حياته، صور فيها الحياة في القرن الرابع الهجري أوضح تصوير، ويستدل منها كيف جرت الحكمة على لسانه، لاسيما في قصائده الأخيرة التي بدأ فيها وكأنه يودعه الدنيا عندما قال: أبلى الهوى بدني.
محتويات
[أخفِ]
1 عصر أبي الطيب
2 المتنبي و سيف الدولة الحمداني
2.1 خيبة الأمل وجرح الكبرياء
3 المتنبي و كافور الإخشيدي
4 شعره وخصائصه الفنية
5 أغراضه الشعرية
5.1 المدح
5.2 الوصف
5.3 الفخر
5.4 الهجاء
5.5 الحكمة
6 مقتله
7 وصلات خارجية

[عدل] عصر أبي الطيب
شهدت الفترة التي نشأ فيها أبو الطيب تفكك الدولة العباسية وتناثر الدويلات الإسلامية التي قامت على أنقاضها. فقد كانت فترة نضج حضاري وتصدع سياسي وتوتر وصراع عاشها العرب والمسلمون. فالخلافة في بغداد انحسرت هيبتها والسلطان الفعلي في أيدي الوزراء وقادة الجيش ومعظمهم من غير العرب. ثم ظهرت الدويلات والإمارات المتصارعة في بلاد الشام، وتعرضت الحدود لغزوات الروم والصراع المستمر على الثغور الإسلامية، ثم ظهرت الحركات الدموية في العراق كحركة القرامطة وهجماتهم على الكوفة. لقد كان لكل وزير ولكل أمير في الكيانات السياسية المتنافسة مجلس يجمع فيه الشعراء والعلماء يتخذ منهم وسيلة دعاية وتفاخر ووسيلة صلة بينه وبين الحكام والمجتمع، فمن انتظم في هذا المجلس أو ذاك من الشعراء أو العلماء يعني اتفق وإياهم على إكبار هذا الأمير الذي يدير هذا المجلس وذاك الوزير الذي يشرف على ذاك. والشاعر الذي يختلف مع الوزير في بغداد مثلاً يرتحل إلى غيره فإذا كان شاعراً معروفاً استقبله المقصود الجديد، وأكبره لينافس به خصمه أو ليفخر بصوته. في هذا العالم المضطرب كانت نشأة أبي الطيب، وعى بذكائه الفطري وطاقته المتفتحة حقيقة ما يجري حوله، فأخذ بأسباب الثقافة مستغلاً شغفه في القراءة والحفظ، فكان له شأن في مستقبل الأيام أثمر عن عبقرية في الشعر العربي. كان في هذه الفترة يبحث عن شيء يلح عليه في ذهنه، أعلن عنه في شعره تلميحاً وتصريحاً حتى أشفق عليه بعض اصدقائه وحذره من مغبة أمره، حذره أبو عبد الله معاذ بن إسماعيل في اللاذقية، فلم يستمع له وإنما أجابه مصرا ً: أبا عبد الإله معاذ أني. إلى أن انتهى به الأمر إلى السجن...
[عدل] المتنبي و سيف الدولة الحمداني
ظل باحثاً عن أرضه وفارسه غير مستقر عند أمير ولا في مدينة حتى حط رحاله في إنطاكية حيث أبو العشائر ابن عم سيف الدولة سنة 336 هـ، واتصل بسيف الدولة بن حمدان، أمير وصاحب حلب ، سنة 337 هـ وكانا في سن متقاربه، فوفد عليه المتنبي وعرض عليه أن يمدحه بشعره على ألا يقف بين يديه لينشد قصيدته كما كان يفعل الشعراء فأجاز له سيف الدولة أن يفعل هذا وأصبح المتنبي من شعراء بلاط سيف الدولة في حلب، وأجازه سيف الدولة على قصائده بالجوائز الكثيرة وقربه إليه فكان من أخلص خلصائه وكان بينهما مودة واحترام، وخاض معه المعارك ضد الروم، وتعد سيفياته أصفى شعره. غير أن المتنبي حافظ على عادته في أفراد الجزء الأكبر من قصيدته لنفسه وتقديمه إياها على ممدوحة، فكان أن حدثت بينه وبين سيف الدولة جفوة وسعها كارهوه وكانوا كثراً في بلاط سيف الدولة .
ازداد أبو الطيب اندفاعاً وكبرياء واستطاع في حضرة سيف الدولة أن يلتقط أنفاسه، وظن أنه وصل إلى شاطئه الأخضر، وعاش مكرماً مميزاً عن غيره من الشعراء في حلب . وهو لا يرى إلا أنه نال بعض حقه، ومن حوله يظن أنه حصل على أكثر من حقه. وظل يحس بالظمأ إلى الحياة، إلى المجد الذي لا يستطيع هو نفسه أن يتصور حدوده، إلى أنه مطمئن إلى إمارة حلب العربية الذي يعيش في ظلها وإلى أمير عربي يشاركه طموحه وإحساسه. وسيف الدولة يحس بطموحه العظيم، وقد ألف هذا الطموح وهذا الكبرياء منذ أن طلب منه أن يلقي شعره قاعداً وكان الشعراء يلقون أشعارهم واقفين بين يدي الأمير، واحتمل أيضاً هذا التمجيد لنفسه ووضعها أحياناً بصف الممدوح إن لم يرفعها عليه. ولربما احتمل على مضض تصرفاته العفوية، إذ لم يكن يحس مداراة مجالس الملوك والأمراء، فكانت طبيعته على سجيتها في كثير من الأحيان.
وفي المواقف القليلة التي كان المتنبي مضطرا لمراعاة الجو المحيط به، فقد كان يتطرق إلى مدح آباء سيف الدولة في عدد من القصائد، ومنها السالفة الذكر، لكن ذلك لم يكن إعجابا بالأيام الخوالي وإنما وسيلة للوصول إلى ممدوحه، إذ لا يمكن فصل الفروع عن جذع الشجرة وأصولها، كقوله:
من تغلب الغالبين الناس منصبه ومن عدّي أعادي الجبن والبخل
[عدل] خيبة الأمل وجرح الكبرياء
أحس الشاعر بأن صديقه بدأ يتغير عليه، وكانت الهمسات تنقل إليه عن سيف الدولة بأنه غير راض، وعنه إلى سيف الدولة بأشياء لا ترضي الأمير. وبدأت المسافة تتسع بين الشاعر والأمير، ولربما كان هذا الاتساع مصطنعاً إلا أنه اتخذ صورة في ذهن كل منهما. وظهرت منه مواقف حادة مع حاشية الأمير، وأخذت الشكوى تصل إلى سيف الدولة منه حتى بدأ يشعر بأن فردوسه الذي لاح له بريقه عند سيف الدولة لم يحقق السعادة التي نشدها. وأصابته خيبة الأمل لاعتداء ابن خالويه عليه بحضور سيف الدولة حيث رمى دواة الحبر على المتنبي في بلاط سيف الدولة، فلم ينتصف له سيف الدولة، ولم يثأر له الأمير، وأحس بجرح لكرامته، لم يستطع أن يحتمل، فعزم على مغادرته، ولم يستطع أن يجرح كبرياءه بتراجعه، وإنما أراد أن يمضي بعزمه. فكانت مواقف العتاب الصريح والفراق، وكان آخر ما أنشده إياه ميميته في سنة 345 هـ ومنها: (لا تطلبن كريماً بعد رؤيته). بعد تسع سنوات ونيف في بلاط سيف الدولة جفاه الأمير وزادت جفوته له بفضل كارهي المتنبي ولأسباب غير معروفة قال البعض أنها تتعلق بحب المتنبي المزعوم لخولة شقيقة سيف الدولة التي رثاها المتنبي في قصيدة ذكر فيها حسن مبسمها، وكان هذا مما لا يليق عند رثاء بنات الملوك. إنكسرت العلاقة الوثيقة التي كانت تربط سيف الدولة بالمتنبي.
فارق أبو الطيب سيف الدولة وهو غير كاره له، وإنما كره الجو الذي ملأه حساده ومنافسوه من حاشية الأمير. فأوغروا قلب الأمير، فجعل الشاعر يحس بأن هوة بينه وبين صديقة يملؤها الحسد والكيد، وجعله يشعر بأنه لو أقام هنا فلربما تعرض للموت أو تعرضت كبرياؤه للضيم. فغادر حلب، وهو يكن لأميرها الحب، لذا كان قد عاتبه وبقي يذكره بالعتاب، ولم يقف منه موقف الساخط المعادي، وبقيت الصلة بينهما بالرسائل التي تبادلاها حين عاد أبو الطيب إلى الكوفة وبعد ترحاله في بلاد عديده بقي سيف الدولة في خاطر ووجدان المتنبي .
[عدل] المتنبي و كافور الإخشيدي
الشخص الذي تلا سيف الدولة الحمداني أهمية في سيرة المتنبي هو كافور الإخشيدي. فقد فارق أبو الطيب حلباً إلى مدن الشام ومصر وكأنه يضع خطة لفراقها ويعقد مجلساً يقابل سيف الدولة. من هنا كانت فكرة الولاية أملا في رأسه ظل يقوي. دفع به للتوجه إلى مصر حيث (كافور الإخشيدي) . و كان مبعث ذهاب المتنبي إليه على كرهه له لأنه طمع في ولاية يوليها إياه. و لم يكن مديح المتنبي لكافور صافياً، بل بطنه بالهجاء و الحنين إلى سيف الدولة الحمداني في حلب ، فكان مطلع أول قصيدته مدح بها كافور:
كفى بك داء أن ترى الموت شافياً وحسب المنايا أن يكن أمانيا
فكأنه جعل كافورا الموت الشافي والمنايا التي تتمنى ومع هذا فقد كان كافور حذراً، فلم ينل المتنبي منه مطلبه، بل إن وشاة المتنبي كثروا عنده، فهجاهم المتنبي، و هجا كافور و مصر هجاء مرا ومما نسب إلى المتنبي في هجاء كافور:
لا تشتري العبد إلا والعصا معه إن العبيد لأنجــاس مناكــيد

نامت نواطير مصر عن ثعالبها وقد بشمن وما تفنى العناقيد

لا يقبض الموت نفسا من نفوسهم إلا وفي يده من نتنها عود

من علم الأسود المخصي مكرمة أقومه البيض أم آباؤه السود

أم أذنه في يد النخاس دامية أم قدره وهو بالفلسين مردود
و استقر في عزم أن يغادر مصر بعد أن لم ينل مطلبه، فغادرها في يوم عيد، و قال يومها قصيدته الشهيرة التي ضمنها ما بنفسه من مرارة على كافور و حاشيته، و التي كان مطلعها:
عيد بأية حال عدت يا عيد بما مضى أم لأمر فيك تجديد
ويقول فيها أيضا:
إذا أردت كميت اللون صافية وجدتها وحبيب النفس مفقود

ماذا لقيت من الدنيا وأعجبه أني لما أنا شاكٍ مِنْهُ مَحْسُودُ
وفي القصيدة هجوم شرس على كافور وأهل مصر بما وجد منهم من إهانة له وحط منزلته وطعنا في شخصيته ثم إنه بعد مغادرته لمصر قال قصيدةً يصف بها منازل طريقه وكيف أنه قام بقطع القفار والأودية المهجورة التي لم يسلكها أحد قال في مطلعها:
ألا كل ماشية الخيزلى فدى كل ماشية الهيدبى

وكل ناجة بجاوية خنوف وما بي حسن المشى
وقال يصف ناقته:
ضربت بها التيه ضرب القمار إما لهذا وإما لنا

لإذا فزعت قدمتها الجياد وبيض السيوف وسمر القنا
وهي قصيدة يميل فيها المتنبي إلى حد ما إلى الغرابة في الألفاظ ولعله يرمي بها إلى مساواتها بطريقه . لم يكن سيف الدولة وكافور هما من اللذان مدحهما المتنبي فقط، فقد قصد امراء الشام و العراق وفارس. و بعد عودته إلى الكوفة، زار بلاد فارس، فمر بأرجان، ومدح فيها ابن العميد، وكانت له معه مساجلات. و مدح عضد الدولة ابن بويه الديلمي في شيراز و ذالك بعد فراره من مصر إلى الكوفة ليلة عيد النحر سنة 370 هـ.
[عدل] شعره وخصائصه الفنية
شعر المتنبي كان صورة صادقة لعصره، وحياته، فهو يحدثك عما كان في عصره من ثورات، واضطرابات، ويدلك على ما كان به من مذاهب، وآراء، ونضج العلم والفلسفة. كما يمثل شعره حياته المضطربة: فذكر فيه طموحه وعلمه، وعقله وشجاعته، وسخطه ورضاه، وحرصه على المال، كما تجلت القوة في معانيه، وأخيلته، وألفاظه، وعباراته.وقد تميز خياله بالقوة والخصابة فكانت ألفاظه جزلة، وعباراته رصينة، تلائم قوة روحه، وقوة معانيه، وخصب أخيلته، وهو ينطلق في عباراته انطلاقاً ولا يعنى فيها كثيراً بالمحسنات والصناعة.ويقول الشاعر العراقي فالح الحجية في كتابه في الادب والفن ان المتنبي يعتبر وبحق شاعر العرب الأكبر عبر العصور وكل من جاء بعده عيال عليه
[عدل] أغراضه الشعرية
[عدل] المدح
الإخشيدي ، ومدائحه في سيف الدولة وفي حلب تبلغ ثلث شعره أو أكثر ، وقد استكبر عن مدح كثير من الولاة والقواد حتى في حداثته. ومن قصائده في مدح سيف الدولة:
وقفت وما في الموت شكٌّ لواقف *** كأنك في جفن الرَّدى وهو نائم
تمـر بك الأبطال كَلْمَى هزيمـةً *** ووجهك وضاحٌ ، وثغرُكَ باسم
تجاوزت مقدار الشجاعة والنهى *** إلى قول قومٍ أنت بالغيب عالم
و كان مطلع القصيدة:
عَـلَى قَـدرِ أَهـلِ العَـزمِ تَأتِي العَزائِمُ *** وتَــأتِي عَـلَى قَـدرِ الكِـرامِ المَكـارِم
وتَعظُـم فـي عَيـنِ الصّغِـيرِ صِغارُها *** وتَصغُـر فـي عَيـنِ العَظِيـمِ العَظـائِمُ
[عدل] الوصف
أجاد المتنبي وصف المعارك والحروب البارزة التي دارت في عصره وخاصة في حضرة وبلاط سيف الدولة ، فكان شعره يعتبر سجلاً تاريخياً. كما أنه وصف الطبيعة، وأخلاق الناس، ونوازعهم النفسية، كما صور نفسه وطموحه. وقد قال يصف شِعب بوَّان، وهو منتزه بالقرب من شيراز :
لها ثمر تشـير إليك منـه *** بأَشربـةٍ وقفن بـلا أوان
وأمواهٌ يصِلُّ بها حصاهـا *** صليل الحَلى في أيدي الغواني
إذا غنى الحمام الوُرْقُ فيها *** أجابتـه أغـانيُّ القيـان
[عدل] الفخر
اذا اتتك مذمتى من ناقص فهي الشهادة لى بانى كامل
[عدل] الهجاء
لم يكثر الشاعر من الهجاء. وكان في هجائه يأتي بحكم يجعلها قواعد عامة، تخضع لمبدأ أو خلق، وكثيراً ما يلجأ إلى التهكم، أو استعمال ألقاب تحمل في موسيقاها معناها، وتشيع حولها جو السخرية بمجرد الفظ بها، كما أن السخط يدفعه إلى الهجاء اللاذع في بعض الأحيان. وقال يهجو طائفة من الشعراء الذين كانوا ينفسون عليه مكانته:

أفي كل يوم تحت ضِبني شُوَيْعرٌ *** ضعيف يقاويني ، قصير يطاول
لساني بنطقي صامت عنه عادل *** وقلبي بصمتي ضاحكُ منه هازل
وأَتْعَبُ مَن ناداك من لا تُجيبه *** وأَغيظُ مَن عاداك مَن لا تُشاكل
وما التِّيهُ طِبِّى فيهم ، غير أنني *** بغيـضٌ إِلىَّ الجاهـل المتعاقِـل

من أية الطرق يأتي نحوك الكرم *** أين المحاجم ياكافور والجلم
جازا الأولى ملكت كفاك قدرهم *** فعرفوا بك أن الكلب فوقهم
لا شيء أقبح من فحل له ذكر *** تقوده أمة ليست لها رحم
سادات كل أناس من نفوسهم *** وسادة المسلمين الأعبد القزم
أغاية الدين أن تحفوا شواربكم *** يا أمة ضحكت من جهلها الأمم
ألا فتى يورد الهندي هامته *** كما تزول شكوك الناس والتهم
فإنه حجة يؤذي القلوب بها *** من دينه الدهر والتعطيل والقدم
ما أقدر الله أن يخزي خليقته *** ولا يصدق قوما في الذي زعموا
[عدل] الحكمة
اشتهر المتنبي بالحكمة وذهب كثير من أقواله مجرى الأمثال لأنه يتصل بالنفس الإنسانية، ويردد نوازعها وآلامها. ومن حكمه ونظراته في الحياة:
ومراد النفوس أصغر من أن *** نتعادى فيـه وأن نتـفانى
غير أن الفتى يُلاقي المنايـا *** كالحات ، ولا يلاقي الهـوانا
ولـو أن الحياة تبقـى لحيٍّ *** لعددنا أضلـنا الشجـعانا
'وإذا لم يكن من الموت بُـدٌّ *** فمن العجز ان تكون جبانا
ويقول السيد احمد محمد نوري خليفة استاذ العربية في العراق بان المتنبي من أفضل الشعراء ضربا في الحكمة حيث ان اشعاره في الحكمة تنطبق على الواقع العراقي الحالي بدقة .
[عدل] مقتله
كان المتنبي قد هجا ضبة بن يزيد الأسدي العيني بقصيدة شديدة مطلعها:
مَا أنْصَفَ القَوْمُ ضبّهْ وَأُمَّهُ الطُّرْطُبّهْ
o
وَإنّمَا قُلْتُ ما قُلْـ ـتُ رَحْمَةً لا مَحَبّهْ
فلما كان المتنبي عائدًا يريد الكوفة، وكان في جماعة منهم ابنه محسّد وغلامه مفلح، لقيه فاتك بن أبي جهل الأسدي، وهو خال ضبّة، وكان في جماعة أيضًا. فاقتتل الفريقان وقُتل المتنبي وابنه محشد وغلامه مفلح بالنعمانية بالقرب من دير العاقول غربيّ بغداد.
قصة قتله أنه لما ظفر به فاتك... أراد الهرب فقال له ابنه... اتهرب وأنت القائل

Selasa, 6 Oktober 2009

TAKUT UNTUK BERUBAH

Kebanyakan manusia sebenarnya takut dan sukar menerima perubahan walaupun pada zahirnya mereka sangat inginkan perubahan. Kalau kita tanyakan dari hati ke hati....ketua perompak sekalipun ada hajat dan keinginan untuk jadi baik. Pernah ada seorang kawan saya (kawan saya ni orang yang hidup agak bebas dan sosial: sudah terbiasa dengan arak, dadah, zina dan pergaulan bebas) katanya " Mi ! kalau di farmasi tu ada sejenis ubat kalau kita makan saja kita terus jadi baik, jadi soleh...berapa saja harganya aku sanggup beli, kalau harganya terlalu mahal aku sanggup pula bekerja keras untuk mendapatkannya" Lalu saya menjawab ' Din (bukan nama sebenar) kalau betul ada ubat sebegitu...orang macam Fir'aun pun akan beli begitu juga ketua perompak. Tapi sayang perubahan kepada kebaikan tak akan berlaku secara mukjizat...kita yang bertanggungjawab untuk berubah dan semua itu ada harga yang kita perlu bayar".

Inilah hakikatnya....semua manusia inginkan perubahan tetapi tidak sanggup pula untuk membayar harganya (pengorbanan dan kepayahan). Kita inginkan perubahan instant dan mudah sedangkan perubahan tidak semudah yang diharapkan.

“Katakan kepada orang yang mengharapkan sesuatu yang tinggi, ‘Tanpa bersusah payah, kamu hanya mengharapkan suatu yang mustahil. Kenikmatan tidak mungkin diperolehi dengan kenikmatan pula. Tiap sesuatu yang bernilai tinggi pasti ada harganya, Kejayaan tak akan diraih dengan kesenangan dan kenikmatan kerana kesenangan dan kenikmatan itu hanya akan datang selepas kejayaan bukan sebelumnya."

Persoalannya kenapa perubahan itu terlalu sukar? Sebenarnya perubahan menuntut kita untuk meninggalkan sesuatu tabi'at atau kebiasaan yang salah kepada yang betul. Untuk merubah tabi'at atau kebiasaan-kebiasaan yang sudah mendarah daging dalam jiwa kita bukanlah sesuatu yang mudah melainkan kita benar-benar menjiwai sebab atau alasan untuk kita berubah. Oleh itu perubahan sebenarnya bermula dari dalam diri kita iaitu apabila kita membina matlamat hidup yang jelas hingga kita sanggup bekorban untuk mencapai apa yang kita hajati. Tanpa memilik kejelasan matlamat ini adalah terlalu sukar untuk kita berubah.

TAKUT UNTUK BERUBAH

Kebanyakan manusia sebenarnya takut dan sukar menerima perubahan walaupun pada zahirnya mereka sangat inginkan perubahan. Kalau kita tanyakan dari hati ke hati....ketua perompak sekalipun ada hajat dan keinginan untuk jadi baik. Pernah ada seorang kawan saya (kawan saya ni orang yang hidup agak bebas dan sosial: sudah terbiasa dengan arak, dadah, zina dan pergaulan bebas) katanya " Mi ! kalau di farmasi tu ada sejenis ubat kalau kita makan saja kita terus jadi baik, jadi soleh...berapa saja harganya aku sanggup beli, kalau harganya terlalu mahal aku sanggup pula bekerja keras untuk mendapatkannya" Lalu saya menjawab ' Din (bukan nama sebenar) kalau betul ada ubat sebegitu...orang macam Fir'aun pun akan beli begitu juga ketua perompak. Tapi sayang perubahan kepada kebaikan tak akan berlaku secara mukjizat...kita yang bertanggungjawab untuk berubah dan semua itu ada harga yang kita perlu bayar".

Inilah hakikatnya....semua manusia inginkan perubahan tetapi tidak sanggup pula untuk membayar harganya (pengorbanan dan kepayahan). Kita inginkan perubahan instant dan mudah sedangkan perubahan tidak semudah yang diharapkan.

“Katakan kepada orang yang mengharapkan sesuatu yang tinggi, ‘Tanpa bersusah payah, kamu hanya mengharapkan suatu yang mustahil. Kenikmatan tidak mungkin diperolehi dengan kenikmatan pula. Tiap sesuatu yang bernilai tinggi pasti ada harganya, Kejayaan tak akan diraih dengan kesenangan dan kenikmatan kerana kesenangan dan kenikmatan itu hanya akan datang selepas kejayaan bukan sebelumnya."

Persoalannya kenapa perubahan itu terlalu sukar? Sebenarnya perubahan menuntut kita untuk meninggalkan sesuatu tabi'at atau kebiasaan yang salah kepada yang betul. Untuk merubah tabi'at atau kebiasaan-kebiasaan yang sudah mendarah daging dalam jiwa kita bukanlah sesuatu yang mudah melainkan kita benar-benar menjiwai sebab atau alasan untuk kita berubah. Oleh itu perubahan sebenarnya bermula dari dalam diri kita iaitu apabila kita membina matlamat hidup yang jelas hingga kita sanggup bekorban untuk mencapai apa yang kita hajati. Tanpa memilik kejelasan matlamat ini adalah terlalu sukar untuk kita berubah.

Hitam Putih Kehidupan

August 1, 2007

Kehidupan tidak benar-benar mengelirukan kita. Yang hitam dan yang putih memang terlalu ketara bezanya cuma kita tidak benar-benar bersedia untuk membuat keputusan yang betul. Kesenangan menjadikan kita sentiasa memilih jalan yang mudah dan ringkas walaupun kita tahu hasilnya ialah penyesalan. Kemewahan menjadikan hati kita keras dan hilang kepekaan hingga kita tidak menghiraukan natijah yang bakal kita terima. Dunia dan hajat yang tinggi kepadanya menjadikan kita sentiasa mengutamakan pandangan masyarakat dari pandangan kebenaran. Kita takut dikeji dan diperlekeh hingga kita terpaksa korbankan prinsip hidup kita.

"Tidak ada paksaan dalam agama, tetapi telah jelas antara petunjuk dan kesesatan. Sesiapa yang mengkufuri Taghut (Sistem yang berlawanan dengan kehendak Allah SWT) dan beriman dengan Allah, maka dia telah berpegang pada tali yang kukuh dan tak akan terputus . Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui" (Al Baqarah:256)

Inilah realiti kehidupan kita...hanya ada dua pilihan ... HITAM & PUTIH, mana satu yang jadi pilihan kita. Life Is About Making A Decision mungkin inilah adalah pepatah yang menggambarkan hakikat ini. Sayangnya tak semua yang mampu membuat pilihan yang betul walaupun dapat membezakan antara keduanya. Segalanya terletak kepada kekuatan jiwa dan keimanan kita kerana kekuatan jiwa yang lahir daripada kekuatan iman inilah kekuatan tunggal yang dapat meleburkan berhala keegoan yang teguh di dalam jiwa kita.

Kegoaan inilah yang menjadi penghalang antara kita dan kebenaran. Keimanan inilah satu-satunya harapan untuk kita menyelamatkan akhirat kita. Oleh itu pokok pangkalnya berbalik kepada IMAN. Kita telah melihat bagaimana Saidina Umar yang pernah membunuh anaknya hidup-hidup dan menyembah tuhan yang dibuatnya sendiri namun setelah ayat-ayat Allah meleburkan keegoannya lalu dia tunduk dan menjadi mukmin yang hebat. Begitu juga Abu jahal yang menrupakan bapa saudara kepada Rasulullah SAW namun kerana kegoan menguasai dirinya dia tetap diatas kekufuran sedangkan dialah anatara orang menyambut kelahiran baginda rasulullah SAW dengan penuh kegimbaraan hinggakan hambanya yang menyampaikan berita kelahiran anak saudaranya itu dimerdekakan serta merta.

Inilah sebenarnya hitam putih kehidupan kita.... Keimanan dan Keegoan, Kebenaran dan Kepalsuan, ketundukan dan kekufuran.....

Hitam Putih Kehidupan

August 1, 2007

Kehidupan tidak benar-benar mengelirukan kita. Yang hitam dan yang putih memang terlalu ketara bezanya cuma kita tidak benar-benar bersedia untuk membuat keputusan yang betul. Kesenangan menjadikan kita sentiasa memilih jalan yang mudah dan ringkas walaupun kita tahu hasilnya ialah penyesalan. Kemewahan menjadikan hati kita keras dan hilang kepekaan hingga kita tidak menghiraukan natijah yang bakal kita terima. Dunia dan hajat yang tinggi kepadanya menjadikan kita sentiasa mengutamakan pandangan masyarakat dari pandangan kebenaran. Kita takut dikeji dan diperlekeh hingga kita terpaksa korbankan prinsip hidup kita.

"Tidak ada paksaan dalam agama, tetapi telah jelas antara petunjuk dan kesesatan. Sesiapa yang mengkufuri Taghut (Sistem yang berlawanan dengan kehendak Allah SWT) dan beriman dengan Allah, maka dia telah berpegang pada tali yang kukuh dan tak akan terputus . Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui" (Al Baqarah:256)

Inilah realiti kehidupan kita...hanya ada dua pilihan ... HITAM & PUTIH, mana satu yang jadi pilihan kita. Life Is About Making A Decision mungkin inilah adalah pepatah yang menggambarkan hakikat ini. Sayangnya tak semua yang mampu membuat pilihan yang betul walaupun dapat membezakan antara keduanya. Segalanya terletak kepada kekuatan jiwa dan keimanan kita kerana kekuatan jiwa yang lahir daripada kekuatan iman inilah kekuatan tunggal yang dapat meleburkan berhala keegoan yang teguh di dalam jiwa kita.

Kegoaan inilah yang menjadi penghalang antara kita dan kebenaran. Keimanan inilah satu-satunya harapan untuk kita menyelamatkan akhirat kita. Oleh itu pokok pangkalnya berbalik kepada IMAN. Kita telah melihat bagaimana Saidina Umar yang pernah membunuh anaknya hidup-hidup dan menyembah tuhan yang dibuatnya sendiri namun setelah ayat-ayat Allah meleburkan keegoannya lalu dia tunduk dan menjadi mukmin yang hebat. Begitu juga Abu jahal yang menrupakan bapa saudara kepada Rasulullah SAW namun kerana kegoan menguasai dirinya dia tetap diatas kekufuran sedangkan dialah anatara orang menyambut kelahiran baginda rasulullah SAW dengan penuh kegimbaraan hinggakan hambanya yang menyampaikan berita kelahiran anak saudaranya itu dimerdekakan serta merta.

Inilah sebenarnya hitam putih kehidupan kita.... Keimanan dan Keegoan, Kebenaran dan Kepalsuan, ketundukan dan kekufuran.....

Sabtu, 3 Oktober 2009

Puisi Bicara Hati.....

Puisi] Bicara Hati Seorang Perempuan


bismillah

BICARI HATI SEORANG PEREMPUAN...


Puji-pujian buatMu Tuhan Lantaran telah menjadikan
aku seorang perempuan Diciptakan dari tulang rusuk
kiri Adam dengan seindah kejadian Akulah si tulang
bengkok Yang Kau gubah dengan kekuatan perasaan
mengatasi panjangnya akal fikiran Sebagai fitrah dan
anugerah hasil doa seorang lelaki namun biarlah
kejadianku memberi guna Bengkok yang ada manfaatnya...

Kiranya aku menjadi seorang isteri
Kurniakanlah aku kekuatan yang membolehkan aku
Menjadi tulang belakang seorang suami...
pengembang perjuangan di sayap kiri
Diadun dengan kelembutan yang melayakkan aku
Menjadi teman setia, penyejuk mata, pembina
semangat, penguat jiwa
Seanggun peribadi Siti Khadijah
Sumber ketenangan Muhammad SAW Utusan Allah SWT
Bebas jiwa dari belenggu perasaan keperempuanan yang
memiliki nafsu
sembilan
Merdeka dari kepentingan peribadi
Setulus Siti fatimah yang sering saja ditinggalkan
suaminya saidina Ali
Dihantar pemergiannya tanpa bertanya.."bilakan
pulang?"
Disambut kepulangannya dengan khidmat...bersulamkan
kemesraan

Rumahtangga adalah syurga, tempat suburnya cinta
ketuhanan
akal yang tunggal...tidak akan dibiarkan hanya
bergelar dicelahan periuk
belanga
Dibalik lipatan lampin anak
Menjangkau kebangkitan Islam di alam sejagat
Menjadi pentadbir disebalik tabir

Namun, "siapalah aku untuk memiliki watak wanita
solehah...
dek berkaratnya mazmumah yang bersarang di hati"
Maka kurniakanlah aku sekeping hati yang sentiasa
insaf
Hak seorang suami tidakkan mungkin dapatku penuhi
Biar telahku jilat nanahnya yang berlelehan
telah ku tadahkan wajah untuk mengusap debu
ditelapak kaki

Dan sememangnya aku mengimpikan
Watak seorang ibu yang bakal melahirkan
Putera-putera secekal Musa'ab bin Umair yang
menggadai dunia demi kasih
TuhanNya
Segigih Zubair Ibnul Awwaam yang diangkat oleh rasul
sebagai hawarijnya
Hasil didikan ibunya...setelah melalui zaman
anak-anak yang yatim dan
kekurangan
Memiliki puteri setabah dan seteguh Masyitah...rela
direbus demi
mempertahankan iman atau
suci Maryam yang seluruh hidupnya mengabdikan diri
kepada Tuhan

Meskipun aku bukan ibunya yang memiliki peribadi
semurni Siti Fatimah
Ibu Syeikh Abdul Kadir Jailani...yang tiap titis
darah mampu berzikir ke
hadrat Ilahi
Mudah-mudahan zuriatku bakal menampilkan
Mujahid-mujahid yang rindu memburu syahid
Srikandi-srikandi yang memakmurkan muka bumi Allah
dengan kesolehan
Yang saling rela berkorban dan dikorbankan
Buat menyemarakkan Islam di akhir zaman sepertimana
Kisah seorang ibu yang telah kematian
putera-puteranya di medan jihad
"Mereka telah berbahagia sebagaimana aku
bahagia...Aduhai, kiranya aku
punya seorang anak lagi, aku rela dia turut gugur di
jalan Ilahi..."
namun jika aku, Kau taqdirkan akan kehilangan
mereka, tetapkanlah hatiku
Setenang Ummu Faisal...yang tidak menjadikan
kematian suami dan
anak-anaknya
Halangan untuk membulatkan kecintaan buatMu Tuhan
Redhailah daku yang dhaif ini sebagai
hambaMu...inilah pengaduan,
harapan dan munajat kiranya kekasihMu sendiri pernah
berucap...
" Ku lihat kebanyakan dari isi neraka itu adalah
perempuan..."

Tanpa petunjukMu
Selangkah yang mengiringi ku ke syurga
Sederap mencebur ke neraka
..